Hari ini seperti biasa, rutinitas PLK atau magang
atau mengajar atau apalah namanya- aku jalani. Sudah hampir 2 bulan aku berada
di sekolah itu. Sekolah yang menawarkan aku sejuta cerita indah dan juga cerita
rasa nano-nano lainnya. Sekolah itu menyuguhkan aku pengalaman berharga,
terlebih anak-anaknya yang sedikit buandel dan sulit diatur. Yayaya, mungkin
kalau ada orang yang aku ajak cerita, dia pasti bilang "namanya juga jadi
guru, ya harus jadi penyabar, kan". Oke, aku pahami itu. Itu adalah
‘cobaan’ terberatku menjadi seorang guru –belum guru sih, karena status aku di
sana masih seorang mahasiswi magang ingusan. hahaha- Hari-hari aku lalui di
sekolah itu dengan rasa yang berbeda-beda. Ya, nano-nanolah rasanya euy.
Terkadang, aku merasa sangat senang, pun sebaliknya, aku dibuat kesal, marah
dan mumet met met. Ah, itu sudah jadi makananku sehari-hari di sana. Namanya
juga proses ya. Jalani, dan nikmati saja sampai aku mencapai target yang sudah
aku tentukan.
Sebagaimana yang aku bilang tadi, bahwa di sana
rasanya nano-nano (manis, asem, asin rame rasanya). Hari ini, aku di celoteh
lagi sama anak didik ku. Hari-hari sebelumnya memang tidak sedikit yang
berceloteh garing padaku, mereka mengajak ku bercanda, ya ada lucu ada garingnya
juga hahaha tapi anak-anak didik ku itu pasti ngangenin dah kalau aku udah
'cau' dari sana. Well, celotehan anak didik ku kali ini agak buat aku nyesek.
Mungkin kalau kata-kata itu nggak keluar dari mulut anak sebesar dia –sebut
saja anak yang baru puber dan agak kurang mudeng- pasti udah aku omel-omelin tu
anak. Duh, aku bingung sih, karena posisi aku saat itu sedang menulis di papan
tulis, dan nggak mungkin aku kultum di depan dia karena hal itu. Tapi aku
pikir-pikir lagi, kenapa aku nggak nemuin dia ketika jam belajar berakhir (?)
Begini, seperti yang aku bilang tadi, bahwa
posisi aku saat itu sedang menulis di papan tulis. So, aku menghadap ke papan
tulis dan seluruh badanku dari atas sampai bawah terlihat jelas oleh mereka.
Namanya juga guru, figur seorang guru pasti sangat terlihat jelas oleh
siswa-siswinya karena berdirinya paling depan udah kayak penyanyi hits di atas
panggung megah dan besar ala-ala Indonesian Idol gitu. Mereka bisa leluasa
memperhatikan bagaimana gerak-gerikku, tatapan mataku pada mereka, bahkan
appearance aku juga bisa mereka lihat sekonyong-konyong. Dengan penampilanku
yang seperti ini, ketika itu aku memakai baju kurung sepanjang lutut, panjang
dan aku suka itu, nyaman dan sangat nyaman. Aku merasa terlindungi dengan hijab
panjang menutupi –maaf- bokongku. Mereka bisa sesuka hati melihat penampilanku.
Seorang bocah –ya, sebut saja bocah karena kulihat tingkahnya memang seperti
anak-anak usia 10 tahun, mirip sepupuku- memanggilku, dan ia berkata dalam
bahasa Minang “Miss, ba'a tangguang bana Miss pakai jilbab? Ba'a ndak sampai
lantai se Miss pakai jilbab?” Oke, aku translate-kan ya. Gini dia bilang “Buk,
kenapa Ibuk pakai jilbab nanggung-nanggung, Buk? Kenapa tidak sampai lantai aja
jilbab Ibuk?” Maksudnya, kenapa aku nggak panjangin lagi jilbabku sampai ke
lantai. Dengan kata lain, dia menyindir aku dengan jilbabku yang super panjang
itu. Yayaya, aku mengerti bahwa mungkin pemandangan itu aneh di matanya, but...
Ah, nggak tau lah, gelap.
Celotehan anak itu tentang hijab panjang yang aku
kenakanlah yang membuat hatiku sedikit berdecit, ngilu dan ingin sekali
menyampaikan padanya bahwa ini adalah pakaian yang sebenarnya pakaian. Pakaian
taqwa yang wajib dipakai seluruh wanita yang mengaku dirinya beragama Islam.
Walaupun getir, aku hanya tersenyum. Tersenyum hambar dan kembali menulis di
papan tulis.
Baiklah, biar nggak absurd, yang ingin aku sampaikan pada
postinganku kali ini adalah bagaimana kita menyikapi pakaian seseorang. Ketika
kita melihat begitu panjangnya jilbab seseorang, atau bahkan ada yang bercadar
sekalipun sampai yang terlihat hanyalah mata mereka, berfikirlah, bahwa ia
seperti itu adalah untuk taat. Dalam artian, ia ingin menjadi dirinya yang
lebih baik dari yang dulu-dulu. Kita semua adalah pendosa. Kecil besarnya dosa
yang kita lakukan silam, ketika Alah telah menuntun kita untuk kembali kepada
fitrah kita sebagai manusia bahwa manusia memiliki hati kecil yang rapuh yang
ingin selalu kembali kepada Penciptanya. Positive thinking aja lah ya. Kita
nggak tau, gimana kita ke depannya. Kita nggak tau, apakah kita dapat hidayah
seperti apa yang ia alami dan kita juga ingin dan berhasrat berpakaian seperti
itu. Doa kan ia, jangan mengujat, jangan menjudge penampilannya. Kasian kan,
ketika ia sudah bersusah payah mempertahankan keistiqomahannya berhijab syar’i
sesuai tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah
SAW, kemudian ia mendapat komen-komen menyindir apalagi sindiran itu pedas, wah
pasti nyesek dan bayangkan gimana perasaannya! Pokoknya, jangan nilai seseorang
hanya dari penampilannya saja. Lihat ia dan kenal ia lebih dalam. Kita pasti
akan tau, kenapa dia mengambil jalan seindah itu.
Dari cerita aku tadi, nggak bisa sih aku salahkan
bocah itu, karena aku tau dia masih labil dan memang mungkin sama sekali belum
pernah melihat pemandangan seperti itu. Melihatpun mungkin sekedar melihat dan
belum bertanya kenapa sih itu begini dan kenapa sih itu begitu. Well, it’s OK.
I threat his annoying words. Aku berdoa semoga bocah itu akan tau
gimana-gimananya. Mungkin ya lewat orang lain, orang tua nya atau bisa jadi
lewat aku. We never know what will happen in the future, right? Walaupun gitu,
aku tetap josh kok sama itu bocah hehe
Kembali lagi ke maksud postinganku kali ini.
Seperti yang kita tau, kalau sekarang ini kan jilbab lagi ngetrend-ngetrend nya
ya. Dari anak kecil sampai dewasa sudah memulai untuk menggunakan jilbab
syar’i. Itu adalah pencapaian baik. Dan aku sebagai agent of change sangat
bersyukur melihat pemandangan itu. Sudah banyak teman-teman seperjuangan yang
sudah memulai untuk menggunakannya. They look so cute. Dari orang-orang yang
punya mindset bahwa jilbab gede kayak gitu ya cuma dipakai sama emak-emak yang
udah tua dan sekarang mereka mau untuk mengenakan jilbab syar’i. Terlepas dari
niat mereka tentang berpakaian seperti itu apakah karena Allah atau hanya
karena ikut-ikutan trend artis-artis jaman sekarang, itu adalah suatu perubahan
yang baik dan sangat baik. Sisi positif yang dapat kita ambil adalah mereka
tidak lagi menggunakan hot-pane yang membuat panas setiap mata
memandang. Woah, namanya aja udah hot-pane, gimana bisa stay-cool
kalau udah kayak gitu hahaha. Iya, kalau udah kayak gitu, susah untuk Gaudzul
Bashar-nya. Bener nggak?
Well, intinya postingan aku kali ini adalah don't
judge seseorang hanya karena penampilannya. Bisa jadi jalan yang ia
ambil saat ini, adalah jalan yang kita ambil ke esokan harinya. Kita kan nggak
pernah tau kan, rencana dan takdir Allah untuk kita seperti apa. Jadi, jangan
sampai kita menjilat air ludah kita kembali. Semoga kita dijauhkan dari hal-hal
buruk yang merusak keimanan kita.
#nursahab
No comments:
Bila ada komentar, kritik atau saran silakan ditulis disini ya. Terimakasih.