Don't Judge! - infpage

Don't Judge!

Hari ini seperti biasa, rutinitas PLK atau magang atau mengajar atau apalah namanya- aku jalani. Sudah hampir 2 bulan aku berada di sekolah itu. Sekolah yang menawarkan aku sejuta cerita indah dan juga cerita rasa nano-nano lainnya. Sekolah itu menyuguhkan aku pengalaman berharga, terlebih anak-anaknya yang sedikit buandel dan sulit diatur. Yayaya, mungkin kalau ada orang yang aku ajak cerita, dia pasti bilang "namanya juga jadi guru, ya harus jadi penyabar, kan". Oke, aku pahami itu. Itu adalah ‘cobaan’ terberatku menjadi seorang guru –belum guru sih, karena status aku di sana masih seorang mahasiswi magang ingusan. hahaha- Hari-hari aku lalui di sekolah itu dengan rasa yang berbeda-beda. Ya, nano-nanolah rasanya euy. Terkadang, aku merasa sangat senang, pun sebaliknya, aku dibuat kesal, marah dan mumet met met. Ah, itu sudah jadi makananku sehari-hari di sana. Namanya juga proses ya. Jalani, dan nikmati saja sampai aku mencapai target yang sudah aku tentukan.   
Sebagaimana yang aku bilang tadi, bahwa di sana rasanya nano-nano (manis, asem, asin rame rasanya). Hari ini, aku di celoteh lagi sama anak didik ku. Hari-hari sebelumnya memang tidak sedikit yang berceloteh garing padaku, mereka mengajak ku bercanda, ya ada lucu ada garingnya juga hahaha tapi anak-anak didik ku itu pasti ngangenin dah kalau aku udah 'cau' dari sana. Well, celotehan anak didik ku kali ini agak buat aku nyesek. Mungkin kalau kata-kata itu nggak keluar dari mulut anak sebesar dia –sebut saja anak yang baru puber dan agak kurang mudeng- pasti udah aku omel-omelin tu anak. Duh, aku bingung sih, karena posisi aku saat itu sedang menulis di papan tulis, dan nggak mungkin aku kultum di depan dia karena hal itu. Tapi aku pikir-pikir lagi, kenapa aku nggak nemuin dia ketika jam belajar berakhir (?)

 
Begini, seperti yang aku bilang tadi, bahwa posisi aku saat itu sedang menulis di papan tulis. So, aku menghadap ke papan tulis dan seluruh badanku dari atas sampai bawah terlihat jelas oleh mereka. Namanya juga guru, figur seorang guru pasti sangat terlihat jelas oleh siswa-siswinya karena berdirinya paling depan udah kayak penyanyi hits di atas panggung megah dan besar ala-ala Indonesian Idol gitu. Mereka bisa leluasa memperhatikan bagaimana gerak-gerikku, tatapan mataku pada mereka, bahkan appearance aku juga bisa mereka lihat sekonyong-konyong. Dengan penampilanku yang seperti ini, ketika itu aku memakai baju kurung sepanjang lutut, panjang dan aku suka itu, nyaman dan sangat nyaman. Aku merasa terlindungi dengan hijab panjang menutupi –maaf- bokongku. Mereka bisa sesuka hati melihat penampilanku. Seorang bocah –ya, sebut saja bocah karena kulihat tingkahnya memang seperti anak-anak usia 10 tahun, mirip sepupuku- memanggilku, dan ia berkata dalam bahasa Minang “Miss, ba'a tangguang bana Miss pakai jilbab? Ba'a ndak sampai lantai se Miss pakai jilbab?” Oke, aku translate-kan ya. Gini dia bilang “Buk, kenapa Ibuk pakai jilbab nanggung-nanggung, Buk? Kenapa tidak sampai lantai aja jilbab Ibuk?” Maksudnya, kenapa aku nggak panjangin lagi jilbabku sampai ke lantai. Dengan kata lain, dia menyindir aku dengan jilbabku yang super panjang itu. Yayaya, aku mengerti bahwa mungkin pemandangan itu aneh di matanya, but... Ah, nggak tau lah, gelap.

 
Celotehan anak itu tentang hijab panjang yang aku kenakanlah yang membuat hatiku sedikit berdecit, ngilu dan ingin sekali menyampaikan padanya bahwa ini adalah pakaian yang sebenarnya pakaian. Pakaian taqwa yang wajib dipakai seluruh wanita yang mengaku dirinya beragama Islam. Walaupun getir, aku hanya tersenyum. Tersenyum hambar dan kembali menulis di papan tulis.

Baiklah, biar nggak absurd, yang ingin aku sampaikan pada postinganku kali ini adalah bagaimana kita menyikapi pakaian seseorang. Ketika kita melihat begitu panjangnya jilbab seseorang, atau bahkan ada yang bercadar sekalipun sampai yang terlihat hanyalah mata mereka, berfikirlah, bahwa ia seperti itu adalah untuk taat. Dalam artian, ia ingin menjadi dirinya yang lebih baik dari yang dulu-dulu. Kita semua adalah pendosa. Kecil besarnya dosa yang kita lakukan silam, ketika Alah telah menuntun kita untuk kembali kepada fitrah kita sebagai manusia bahwa manusia memiliki hati kecil yang rapuh yang ingin selalu kembali kepada Penciptanya. Positive thinking aja lah ya. Kita nggak tau, gimana kita ke depannya. Kita nggak tau, apakah kita dapat hidayah seperti apa yang ia alami dan kita juga ingin dan berhasrat berpakaian seperti itu. Doa kan ia, jangan mengujat, jangan menjudge penampilannya. Kasian kan, ketika ia sudah bersusah payah mempertahankan keistiqomahannya berhijab syar’i sesuai tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah, sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah SAW, kemudian ia mendapat komen-komen menyindir apalagi sindiran itu pedas, wah pasti nyesek dan bayangkan gimana perasaannya! Pokoknya, jangan nilai seseorang hanya dari penampilannya saja. Lihat ia dan kenal ia lebih dalam. Kita pasti akan tau, kenapa dia mengambil jalan seindah itu.
 
Dari cerita aku tadi, nggak bisa sih aku salahkan bocah itu, karena aku tau dia masih labil dan memang mungkin sama sekali belum pernah melihat pemandangan seperti itu. Melihatpun mungkin sekedar melihat dan belum bertanya kenapa sih itu begini dan kenapa sih itu begitu. Well, it’s OK. I threat his annoying words. Aku berdoa semoga bocah itu akan tau gimana-gimananya. Mungkin ya lewat orang lain, orang tua nya atau bisa jadi lewat aku. We never know what will happen in the future, right? Walaupun gitu, aku tetap josh kok sama itu bocah hehe

Kembali lagi ke maksud postinganku kali ini. Seperti yang kita tau, kalau sekarang ini kan jilbab lagi ngetrend-ngetrend nya ya. Dari anak kecil sampai dewasa sudah memulai untuk menggunakan jilbab syar’i. Itu adalah pencapaian baik. Dan aku sebagai agent of change sangat bersyukur melihat pemandangan itu. Sudah banyak teman-teman seperjuangan yang sudah memulai untuk menggunakannya. They look so cute. Dari orang-orang yang punya mindset bahwa jilbab gede kayak gitu ya cuma dipakai sama emak-emak yang udah tua dan sekarang mereka mau untuk mengenakan jilbab syar’i. Terlepas dari niat mereka tentang berpakaian seperti itu apakah karena Allah atau hanya karena ikut-ikutan trend artis-artis jaman sekarang, itu adalah suatu perubahan yang baik dan sangat baik. Sisi positif yang dapat kita ambil adalah mereka tidak lagi menggunakan hot-pane yang membuat panas setiap mata memandang. Woah, namanya aja udah hot-pane, gimana bisa stay-cool kalau udah kayak gitu hahaha. Iya, kalau udah kayak gitu, susah untuk Gaudzul Bashar-nya. Bener nggak? 

Well, intinya postingan aku kali ini adalah don't judge seseorang hanya karena penampilannya. Bisa jadi jalan yang ia ambil saat ini, adalah jalan yang kita ambil ke esokan harinya. Kita kan nggak pernah tau kan, rencana dan takdir Allah untuk kita seperti apa. Jadi, jangan sampai kita menjilat air ludah kita kembali. Semoga kita dijauhkan dari hal-hal buruk yang merusak keimanan kita.

#nursahab

No comments:

Bila ada komentar, kritik atau saran silakan ditulis disini ya. Terimakasih.

Wira Puspa Nuansa

#nursahab