Pak Handoyo adalah seorang pengusaha paling kaya nomor 2 di kotanya. Pak
Handoyo selalu mengajarkan pada keluarganya untuk menabung dan tidak
boros. Meski mereka keluarga kaya, namun harus tetap bisa bijaksana
dalam menggunakan uang dan harta yang mereka miliki.
Kendati begitu, Pak Handoyo tahu bahwa anak-anaknya terlalu sering
bergaul dengan teman-teman dari latar belakang yang sama. Oleh karena
itu, Pak Handoyo ingin memberi pandangan lain pada anaknya yang mulai
remaja itu.
Suatu ketika, saat liburan sekolah tiba, ia mengajak anaknya untuk
bepergian ke desa. Ia ingin menunjukkan padanya suasana pedesaan yang
jauh berbeda dengan kota yang riuh dan modern. Sang anak pun melihat
rumah-rumah penduduk yang sepertinya seukuran dengan garasi mobil
ayahnya.
Pak Handoyo mengatakan, "Lihat, Nak. Rumah-rumah ini lebih kecil dari
rumah kita. Apakah kamu bisa melihat seberapa kaya mereka?"
Sang anak melihat ke arah pemukiman yang terhampar di hadapannya. "Iya.
Kita punya 1 anjing, mereka punya banyak sapi. Kita punya kolam renang,
mereka punya sungai yang besar. Kita punya lampu antik di rumah, mereka
setiap malam bisa melihat bulan dan bintang," jawabnya.
Kemudian sang ayah bertanya, "Lantas bagaimana?"
Sang anak kembali menjawab, "Saat kita sering beli bahan makanan, mereka
menanam dan memanen sendiri. Aku punya mainan, mereka punya teman. Kita
dilindungi pagar yang tinggi dan kokoh, mereka punya tetangga yang
saling menyapa. Kita punya tetangga yang punya anak seumuran denganku,
tapi aku hampir tak pernah bertemu dengan mereka."
Mendengar jawaban ini, sang ayah tersenyum. Sang anak kemudian
menyimpulkan, "Terima kasih, Ayah. Kau telah mengajarkan aku bahwa
mungkin kita kaya dan punya segalanya, tapi mungkin.. hidup bukan
sekedar tentang semua itu."
Sang ayah mengangguk sambil tersenyum, "Bukan uang yang membuat kita
bahagia. Tapi kesederhanaan kecil yang mereka miliki yang sebenarnya
membuat seseorang bisa bahagia. Teman, keluarga, sosialisasi,
keterbatasan, kerja keras, solidaritas, hal-hal seperti ini sebaiknya
kau pelajari sejak muda."
"Ayah tak langsung lahir sebagai orang kaya. Ayah ingin kamu belajar
bahwa kebahagiaan lebih penting dari semua yang nanti akan ayah wariskan
padamu," ujarnya.
Sumber: Kiriman Email dari Teman
Teman-teman, dapat kita simpulkan cerita tersebut dengan hati dan fikiran kita, bahwa kebahagiaan tidak akan kita dapatkan hanya dengan kemewahan yg berlimpah ruah, kenikmatan yang kita rasakan saat di dunia apabila tidak kita nikmati dengan indahnya iman, maka kebahagiaan itu hanyalah semu belaka. Kekayaan yang kita miliki, tidak menjamin akan mendatangkan kebahagiaan. Dapat kita bandingan, seorang yang tidur di dalam gubuk kecil tetapi hati dan fikirannya senantiasa bahagia dan ingat pada zat yang Maha Memberi Kebahagiaan daripada dengan seorang yang tidurnya beralaskan kasur lembut, yang tinggal bersama kemewahan-kemewahan pernak dan pernik kekayaan, tetapi hati, fikiran dan bahkan jiwanya termakan oleh kesengsaraan sebelum ia mengenal zat Sang Maha Segala-galanya.
Maka dari itu, yuk sama-sama selalu bersyukur.
No comments:
Bila ada komentar, kritik atau saran silakan ditulis disini ya. Terimakasih.