#2 Aku Ingin Bersamamu di Surga - infpage

#2 Aku Ingin Bersamamu di Surga

Kulihat ia yang lemah masuk tanpa mengucap salam. Berjalan menghampiriku bagai preman yang tengah menghadang ketika ia sedang dimabuk minuman keras. Memang, memang perumpamaan itu sangat sesuai dengan  apa yang kulihat kini. Bau busuk minuman terlarang itu terasa menembus celah-celah rongga dinding rumah kami.

“Inikah yang kau lakukan, Ma?” Jerit hatiku.

Kali ini ia memelukku, seperti ingin berkata padaku yang sedari tadi menunggunya. Namun, setengah jam berlalu tak ada sepatah katapun yang ia ucapkan padaku. Hanya aroma menyengat itu yang seakan-akan berbicara padaku. Berbicara, bahwa inilah mamaku. Inilah kelakuannya. Kelakukan yang tak sudi untuk dilihat siapa saja anak yang dilahirkannya. Menyayat rasanya, walaupun saat ini ia sedang berada dalam rengkuhanku, namun, serasa ingin tumbang raga dan jiwa ini. Betapa tidak, wanita yang sedari tadi aku nanti dengan penuh harap dan kecemasan, pulang-pulang sudah begini. Sakit!


Keesokan harinya, ketika ia masih terlelap tidur di dalam kamar tidurnya, aku dengan perasaan kalut menyiapkan sarapan pagi untuk adik dan mamaku. Peristiwa tadi malam masih terasa menghujam dalam hatiku.

“Kak, Mama mana? Kok aku belum liat mama dari tadi kak.” Tanya adikku.

“Mama lagi sakit, sayang. Dia lagi tidur di dalam kamar.” Jawabku.

Mendengar jawabanku, ia langsung berlari menuju kamar mamaku yang tak jauh dari dapur. Dalam benakku, masih bergulat perasaan yang sedari malam aku rasakan. Hati dan fikiran terus aku upayakan agar selalu mengingat-Nya. Tak ingin sedihku ini terlihat oleh orang-orang yang aku sayang. Berusaha tegar walau apapun yang terjadi.

“Nak, ingat bahwa Allah senantiasa selalu ada dalam setiap sendi-sendi kehidupan kita. Papa tidak mau melihat anak papa sedih.”

“Kaaaaak, kaaaaak, Mama kaaaak!” Teriakan adikku membuyarkan lamunanku tentang petuah sederhana papa dulu sebelum ia pergi ke pangkuan Yang Maha Kuasa.

“Ada apa, dek?” Sambil berlari ke arah teriakan itu.

“Mama batuk-batuk dari tadi kak. Aku kasih minum, trus aku tepuk-tepuk bahunya. Mama terus batuk-batuk kak. Nggak lama, batuk mama semakin menjadi-jadi kak. Batuk mama keluarin darah. Gimana ni kak?” Adikku yang tadinya menemani mama tak kuasa menahan deras air mata melihat darah kental keluar bersamaan dengan batuk terus menerus yang dialami wanita yang sangat kami sayangi itu. Aku, yang melihat kejadian itu sejenak terdiam, tak kukucurkan air mata, karena ia masih tersendak dalam kerongkonganku. Tak ingin untuk mengeluarkannya dalam kondisi yang genting ini. Hal itu malah akan menambah keruh suasana. Dan setelah mengambil segelas air minum untuk mama, akupun mencoba menenangkan adikku.


 “Dek, tenang ya, mama nggak apa-apa kok, sayang. InsyaAllah, mama baik-baik aja. Mama cuma kecapekan dek. Udah jangan nangis ya.” Kucoba memeluknya sesaat untuk menenangkan tangisnya.

Adibah, adik sematawayangku. Gadis kecil berusia belum genap 7 tahun ini membuatku sangat bersyukur memilikinya. Karena ia menjadi adik, kawan sekaligus sahabatku kala aku diselimuti kesepian, dikala tak ada mama di sampingku, dan dikala tak ada papa yang penuh dengan canda tawa dan guyonannya. Allah kirimkan malaikat kecilnya untuk menemaniku agar aku tak begitu merasakan pedihnya kehidupan ini. Ia adalah seorang melankolis yang sangat lembut hatinya. Ia mudah bersedih kala ia merasa seseorang menyakiti hatinya dan merasa sangat gembira dengan kabar baik yang datang dari siapa saja. Ah, adikku sayang. Jangan Kau ambil dulu dia dariku, ya Allah. Aku belum puas bersamanya. Harapan itu terus kupanjatkan dalam setiap sajak-sajak doa yang aku bingkai dan aku kirimkan untuk Sang Penciptaku.

Setelah tangis adikku mereda bersamaan dengan batuk mamaku yang sedari tadi tiada henti-hentinya seketika hening tak bersuara melihat aku dan adikku berpelukkan beberapa saat. Tak terasa bulir bening itu keluar dari pelupuk mata yang nanar itu. Seakan ingin menceritakan sesuatu. Seakan ingin meluapkan perasaan yang tak dapat lagi terbendung. Aku dapat membaca mata itu. Aku berharap mama bersuara dan menceritakan apa yang ingin ia ungkapkan.

“Rana ...


(Bersambung)  

No comments:

Bila ada komentar, kritik atau saran silakan ditulis disini ya. Terimakasih.

Wira Puspa Nuansa

#nursahab